Mr. Big dan Pembunuhan Berencana
Hold on, little girl
Show me what he’s done to you
Stand up little girl
Broken heart can’t be that bad
Eric Martin
Buat banyak kalangan Generasi X, yang kerap identik juga sebagai Generasi MTV, tak asing lah dengan nama kelompok musik Mr. Big. Sebuah band rock asal Los Angeles yang berdiri tahun 1988. Jika ada pertanyaan soal Mr. Big, dari mulut para generasi toku atau usia paruh baya Generasi X tadi pasti akan keluar sejumlah judul lagu hits pada masanya, “To be With You” atau “Just Take My Heart” dari album Lean into It rilisan tahun 1991. Mr. Big juga memperkenalkan kembali lagu lawas Wild World ciptaan Steven Demetre Georgiou, alias Cat Stevens pada generasi 90-an, dan memang jadi ngetop lagi.
Mr. Big adalah supergroup, karena berisi personel bernama besar, yang sukses membentuk band di luar Mr. Big. Billy Sheehan sang basssis sempat bergabung dengan David Lee Roth Band. Atau si Paul Gilbert sang jawara gitar, yang tanpa Mr. Big ia dikenal sebagai sebagai salah satu dari “Top 10 Greatest Guitar Shredders of All Time versi GuitarOne Magazines tahun 2007. Gilbert juga masuk daftar 50 Gitaris Tercepat Sepanjang Masa versi Guitar World’s tahun 2008. Eric Martin sendiri selepas Mr. Big membangun band sendiri menggunakan namanya, Eric Martin Band. Sementara sang drummer Pat Torpey yang wafat Februari 2018 lalu juga malang melintang di sejumlah band dan kerap menjadi drummer lepas buat beberapa musisi.
Tapi asal tau aja, sebelum mereka ngetop, sudah ada nama band Mr Big. Apa bedanya? Bedanya, satu band berasal dari AS dan ngetop era 90-an, dan satu lagi yang relatif ngetop di era tahun 70-an berasal dari Inggris. Bedanya lagi band yang lebih anyar menggunakan tanda “titik” pada nama band. Sementara yang senior tanpa menggunakan tanda baca “titik”. Jadi ada Mr. Big, dan Mr Big. Seberapa ngetopnya Mr Big yang asal Inggris, setidaknya mereka pernah menjadi band pembuka penampilan Queen pada tour “A Night at the Opera” tahun 1975 di Inggris. Tentu bisa jadi indikator seberapa besar ia dikenal di panggung, sampai bisa berbagi panggung dengan Queen yang saat itu menjadi “Ratu” di ranah musik Britania Raya.
Trus, Mr Big yang senior ini juga pernah tour bareng ke AS bareng mega band lain di eranya, seperti Journey, Kansas, The Runaways serta Tom Petty. Jadi di tahun 1977, Mr Big senior ini sudah ‘menginvasi’ Amerika Serikat. Sementara salah satu lagunya berjudul “Romeo” juga ngehits dan masuk urutan 4 tangga lagu “UK Single Chart” di tahun yang sama.
So, band yang lebih tua ini cukup prominen lah di masanya.
Jadi apakah Mr. Big telah membunuh Mr Big lewat penggunaan nama yang sama? Yang jelas mereka eksis di periode yang berbeda sehingga tak ada pretensi saling bunuh lewat nama “Besar” tersebut. Faktanya Mr Big asal Britania juga masih eksis di tahun 90 an. Bahkan berdasarkan catatan mereka masih mengeluarkan album Bitter Streets di tahun 2011, di bawah label Soundfactor. Lagipula tulisan ini tak dibuat untuk mengulas kedua band ini, termasuk soal probabilitas adanya ‘saling bunuh’ dalam persaingan.
Ada yang perlu diketahui soal Mr. Big. Selain menjadi nama dua band beda generasi, nama Mr. Big sejatinya adalah nama lain dari prosedur penyelidikan yang digunakan oleh kepolisian demi mendapatkan pengakuan dari tersangka, yang biasanya berupa kasus pembunuhan. Canadian Technique, demikian istilah lainnya yang biasa digunakan untuk metode penyelidikan ini.
Teknik Mr. Big diakui pertama kali dikembangkan oleh Royal Canadian Mounted Police (RCMP) di British Columbia, Kanada. Maka tak heran teknik ini disebut sebagai Canadian Technique.
Secara praktis teknik ini sebenarnya adalah skema penyamaran oleh kepolisian yang ditujukan untuk menjebak tersangka yang selama ini sulit dijerat oleh pasal hukum akibat nihilnya bukti. Kepolisian biasanya akan membentuk kelompok kejahatan atau organisasi kriminal fiktif dengan cakupan kejahatan yang luas dan terorganisir. Dengan membentuk jejaring kejahatan fiktif ini, diharapkan tersangka akan percaya, dan berikutnya mau membuka setiap jejak kejahatannya, dengan dalih kepercayaan kepada organisasi. Si tersangka akan dikelabui oleh alasan bahwa organisasi fiktif ini akan berusaha menghapus setiap jejak kejahatan si tersangka lewat jejaring organisasi yang biasanya akan membawa-bawa korps kepolisian. Tersangka dibujuk untuk membocorkan informasi sejarah kriminal mereka, yang biasanya dijadikan prasyarat agar diterima sebagai anggota organisasi.
Kasus pertama yang terdokumentasikan terjadi pada bulan Maret 1965 saat penyelidikan David Louis Harrison, mantan polisi Vancouver yang akhirnya bisa diadili dan dihukum karena mengambil bagian dalam perampokan senilai US$1,2 juta dari gudang Canadian Pacific Merchandise Services di Vancouver.
Setidaknya pada tahun 2008 Canadian Technique ini digunakan pada lebih dari 350 kasus di seluruh Kanada. Diperkirakan sekitar 95% berujung pada vonis terhadap tersangka.
Skema menjebak tersangka ini juga sukses dilakukan oleh Kepolisian Australia untuk menangkap pelaku penculikan dan pembunuhan atas Daniel James Morcombe oleh pelaku bernama Brett Peter Cowan. Upaya penyelidikan dengan menggunakan teknik Mr. Big ini ‘terdokumentasi’ dengan baik dalam film “The Stranger” yang diputar pertama kali di Festival Film Cannes pada 18 Mei 2022.
Kendati “The Stranger” tidak menggunakan nama asli korban dan pelaku, namun diakui bahwa film ini dibuat berdasarkan buku Kate Kyriacou berjudul The Sting: The Undercover Operation That Caught Daniel Morcombe’s Killer, dan terinspirasi atas kasus penculikan dan pembunuhan Daniel Morcombe.
Jika boleh sedikit berkomentar tentang “The Stranger”, penulis angkat jempol pada akting Sean Harris, si aktor Inggris yang berperan sebagai Henry Peter Teague a ka Peter Morley, seorang pelaku penculikan dan pembunuhan terhadap seorang anak di Australia. Dalam film tersebut Harris tampak amat menjiwai perannya sebagai seorang pelaku kejahatan yang mengalami kecemasan, paranoid, sehingga ia waspada pada tiap perubahan yang terjadi di dekatnya. Sang pemeran utama Joel Edgerton justru terkesan berakting sangat biasa sebagai seorang agen polisi yang tengah menyamar dan berusaha menjebak Teague agar mau mengakui kejahatannya.
Oke, kembali ke Canadian Technique, skema ini sudah umum dan banyak dilakukan oleh lembaga kepolisian di manapun. Termasuk di Indonesia. Hanya saja teknik yang digunakan kepolisian RI tak banyak diungkap layaknya teknik kepolisian di negara-negara maju yang sering dijadikan dokumentasi untuk studi, maupun untuk kepentingan industri hiburan seperti kasus pembunuhan Daniel Marcombe di Australia.
Kendati tak terdokumentasi dan terbuka untuk publik, bukan rahasia lagi jika aparat kepolisian RI menjalankan teknik penyamaran dan penyusupan untuk bisa membuka kasus-kasus besar seperti aksi terorisme serta pembunuhan berencana. Seorang rekan yang dekat dengan salah satu ‘cepu’ atau intelijen kepolisian menyebut, pengungkapan keterlibatan Abu Bakar Ba’asyir (ABB) sebagai pimpinan spritual Jamaah Islamiah (JI) dalam serangan bom di Bali pada 2002 menggunakan skema penyamaran yang tak jauh dari apa yang disebut Canadian Technique.
Pihak kepolisian disebut-sebut berhasil menyusupkan salah satu anggotanya ke tubuh Jamaah Islamiah dalam kurun waktu tertentu, hingga akhirnya bisa diperoleh sebuah pembuktian bahwa ABB memang benar terlibat dalam aksi peledakan bom di Bali. ABB dijatuhi hukuman penjara pada 2011 silam oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena keterlibatannya dalam pendanaan latihan teroris di Aceh serta mendukung terorisme di Indonesia.